Nyepi Aja di Citalahab, Taman Nasional Gunung Halimun Salak

Hijaunya Perkebunan Teh Nirmala yang Mengelilingi Dusun Citalahab Sentral
Ada long weekend sehabis pekerjaan datang bertubi-tubi selama dua bulan. Waktunya tepat banget buat liburan, merilekskan otak barang sejenak, menamatkan buku yang sudah lama teronggok di pojokan kamar. Sayangnya seiring dengan gaya hidup kelas menengah Indonesia yang tambah suka upload foto liburan melalui Facebook dan Instagram, maka harga tiket pada saat long weekend semakin menggila dan habis tak bersisa. Semua obyek wisata populer juga pasti bakalan penuh dan rame sama orang-orang poto selfie (yang bukan fokus pada obyek wisatanya tapi poto dirinya sendiri menuhin frame). Alhasil ketenangan pikiran dan refresh otak dan body gak akan tercapai setelah liburan, yang ada malah ngomel dan nyinyir mulu (itu khusus saya ya). Jadi dengan budget terbatas (tapi ngomel dan pemilih), saya berfikir keras mau liburan ke mana dan ngapain selama berminggu-minggu sebelumnya (padahal liburannya cuma beberapa hari) sampai akhirnya diputuskan ke pedalaman Jawa Barat sana, perbatasan antara Bogor dan Sukabumi, namanya dusun Citalahab Sentral, Desa Malasari, Kecamatan Cibeber Nanggung, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat, Negara Indonesia. Haha..lengkap kan, jangan ada yang nanya lagi ya saya mau ke mana...ini informasi lengkapnya :




Jalan Masuk ke Dusun Citalahab Sentral di Tengah Perkebunan Teh
Transportasi

Sungguh perjuangan yang sangat luar biasa untuk menuju ke sini, tapi saya gak masalah..(hela nafas...benar-benar gak masalah (cryyyyy...:'(( ). Perjalanan dimulai dari Kereta Kertajaya Ekonomi selama hampir 12 jam dari Stasiun Surabaya Pasar Turi menuju Stasiun Bekasi, lalu dilanjutkan dengan KRL dari Stasiun Bekasi ke stasiun Manggarai, transit pindah KRL tujuan Stasiun Bogor yang memakan waktu hampir satu setengah jam. Tiba di Bogor, saya menuju terminal Bubulak dengan motor (dibonceng oleh adek), kemudian dari terminal Bubulak naik angkot tujuan Leuwiliang, turun di Cibeber yang ada di Leuwiliang (bukan Cibeber Nanggung) kemudian lanjut naik angkot lagi sampai di Panyaungan.
Ternyata saya salah turun, harusnya saya turun di Leuwiliang (pasar), kemudian nyambung angkot lagi, turun di Cibeber Nanggung (bukan di Panyaungan). Karena saya udah di Panyaungan, terpaksa si ojek penjemput harus turun dari Cibeber Nanggung ke pertigaan tugu Antam di Panyaungan yang berjarak 1.5 jam dari Cibeber Nanggung, alhasil jarak bang ojek yang menjemput dengan saya semakin jauh deh, mana hujan gak berhenti pula dari sejak saya tiba di Bogor sampai saya tiba di Cibeber, maaf yah Pak Ade (nama kang ojeknya). Nah setelah di Panyaungan ini, perjalanan masih cukup panjang, saya naik motor melewati beberapa desa sampai di Cibeber Nanggung, lalu lanjut lagi melewati hutan, kampung, perkebunan teh, kampung lagi hingga benar-benar sampai di dusun yang namanya Citalahab Sentral. Kalau mau pakai kendaraan pribadi baik dari Bogor atau Sukabumi, sebaiknya pakai kendaraan yang cukup tinggi ya, syukur-syukur pake 4WD jadi perjalanan lancar jaya sampai tempat.

Gerbang Masuk ke Kawasan Desa Wisata Malasari, Sekitar Dua Jam dari Dusun Citalahab Sentral
Akomodasi

Dari awal saya memutuskan pergi ke desa ini, memang "hanya" karena satu penginapan yang letaknya di tepi sungai, terdiri dari dua pondok sederhana, dan itu the one and only milik Pak Jaji. Informasi ini awalnya saya dapatkan dari Instagram, kontak beliau pun saya dapat dari sana, lalu baru saya cari tahu lebih banyak tentang "What to Do" di Citalahab Sentral. Ide awalnya hanya mau tinggal tenang di dalam pondok tepi sungai milik pak Jaji, gak bayangin bakalan melakukan hal lain, kalau ada hal lain yang bisa dilakukan ya bonuslah, pikir saya. Jadi Dusun Citalahab Sentral ini memang sudah jadi Dusun Wisata, masuk ke dalam binaan Desa Malasari, sebagai satu paket wisata yang juga meliputi wisata sejarah juga. Umumnya orang akan menemukan kontak Pak Suryana sebagai kontak utama yang mewakili Dusun Citalahab Sentral ini, beliau punya homestay juga, yang sayangnya gak pas di tepi sungai dan bukan itu yang saya cari. Banyak warga desa lain juga yang menyewakan homestay, seperti Pak Ade, yang rumahnya cukup menarik (tapi bukan di tepi sungai) ada juga satu kamar baru tepi sungai yang juga disewakan milik salah satu warga.

Penginapan Tepi Sungai Milik Pak Jaji yang saya Idam-idamkan 
Menariknya, warga di kampung ini berjumlah sekitar 20 kepala keluarga dan saling berkerabat satu sama lain, yang ponakannya ini lah, iparnya, kakaknya, adeknya jadi kalaupun misalnya datang dalam jumlah banyak, bisa direkomendasikan untuk tinggal di rumah warga yang lain. Rumah atau kamar tempat saya menginap ini cukup bersih walaupun seadanya khas kampung banget tetapi dari satu kamar yang kasurnya bisa ditiduri 3 kepala ini, dilengkapi dengan bantal 3, selimut yang cukup, toilet yang bersih (dengan wc jongkok dan air yang segar serta dingin, brrr), serta dapur bersama (untuk 2 kamar), jadi bisa memasak makanan di sana bila mau (saya sih malas waktu itu).
Selain pondok, ada alternatif lain untuk menginap di camping ground (ada yang di atas dekat dengan persawahan) dan ada yang tepat di tepi sungai, yang bagus pemandangannya. Kalau mau mendirikan tenda di sini, biasanya lapor dulu sama Pak Suryana yang diserahi tanggung jawab mengelola perijinan.

Pemandangan Depan Rumah Penginapan Pak Jaji

Suasana di Depan Pondok milik Pak Jaji, Biasanya Dipake Ngopi dan Bengong

Dapur dengan Perlengkapan Masak Seadanya Bisa Buat Masak
Suasana Dalam Kamar ya Seperti Inilah
Alternatif Tempat Menginap Lain Milik Pak Ade
Warung kalau mau beli cemilan kecil, kopi, gula atau teh ada di tempat Pak Suryana ini. Menurut cerita Pak Jaji, di desa ini beberapa kali (sering) dijadikan tempat menginap peneliti-peneliti binatang dan tumbuhan baik dari luar maupun dalam negeri, Kopassus yang lagi latihan di hutan tepat di belakang kampung, dan juga pernah jadi tempat nginep si Raditya Dika sama artis-artis dan crew-nya saat mereka syuting film Hangout. Oh ya jadi sebenernya kampung ini gak terpencil amatan lah ya, soalnya udah banyak yang tau. Kalau mau menginap di Guest House milik Pak Jaji, ini contact numbernya 085864220883, kalau minat serius telpon aja, gak bisa chat via chat app, cuma bisa sms sama telepon. Bapaknya baik bangeeet..

Pak Jaji yang Baik Bangeeeet...
Konsumsi

Alternatifnya ada dua, pesan sama ibu istri pengelola penginapan atau bawa bahan sendiri dari rumah dan masak sendiri, atau udah bawa bahan dan minta dimasakkin juga bisa. Saya ndak mau repot, pokoknya liburan kali ini saya cuman mau makan, tidur, mandangin sungai, udah..Hahaha..Jadinya saya pesan ke Pak Jaji, saya mau makanan dari istri beliau (namanya Bu Sumiati). Tapi lain kali kalo saya gak kumat malesnya, saya akan coba bawa bahan sendiri dan masak sendiri deh. Soalnya kalau mau beli bahan di desa ini agak susah ya, harus nunggu tukang sayur dari Sukabumi yang sebenernya datang tiap hari kecuali hari Jum'at, tapi waktu saya nginep di sana selama 4 hari , saya ndak ada ngeliat tukang sayur, haha..jadi daripada gambling bawa bahan sendiri aja kalau mau makan sesuai keinginan.

Menu Pertama yang Terpotret, Misro Hangat, Kopi dan Hujan
Kalau pakai alternatif seperti saya, saya pasrah aja, mau dimasakin apa aja mau, harganya berapapun oke, tinggal bayar habisnya belanja bahan dan jasa tukang masaknya (a.k.a Ibu Sumiati), harganya menurut saya fair kok (ntar dibahas di bawah ya) trus bisa request kalau misalnya gak suka sayur atau ikan tertentu. Saya aja dari awal ditanyain terus, makan siang pertama di sana atau gak, trus sukanya apa? ikan gurame suka atau gak? dll di hari pertama, tetapi berhubung saya bilang saya pemakan segala, ya Pak Jaji berhenti bertanya di hari kedua, apapun yang Ibu masak, saya mauuuu..lagian enak semua, ini beberapa menu yang saya ingat : Sop Sayur, Ayam Goreng, Tempe Tahu Goreng, Sambal Cabe Hijau (yang endeussss bingit), Kerupuk, Nasi Goreng, Mie Goreng, Telur Goreng, Sayur Asam, Tumis Tahu Kuning Cabe Hijau, Tumis Sayur Pakis yang langsung ambil dari dalam hutan, Nasi Uduk, Dadar Jagung,

Sarapan Sarat Kalori Nasi Goreng, Telur Dadar dan Dadar Jagung
Habis Kepayahan Trekking Disuguhi Makan Siang Lengkap Sayur Asem, Ikan, Tahu Tempe Goreng dan Sambel endeus
Ini Sarapan Terakhir di Hari Minggu : Nasi Uduk, Sambel Kacang, Mie Goreng, Dadar Jagung, Telur dan Lalapan Timun
What To Do


Sebenernya gak terlalu banyak yang bisa dilakukan di kampung ini, namun saya sengaja mau ke sini bukan karena saya pengen melakukan banyak hal kan? saya mau istirahat dari melakukan beberapa hal dalam sehari dan selalu merasa kehabisan waktu. Jadi di sinilah saya. Biasanya orang datang ke kampung ini dan tinggal selama paling tidak cukup dua hari semalam, atau selama tiga hari dua malam maksimal. Nah saya, datang sendirian ke sana untuk tinggal selama empat hari tiga malam tanpa ambisi untuk ke sana ke mari dan melakukan apapun, terang saja Pak Jaji, Pak Ade dan Bu Sumiati sempat kebingungan di awal karena itu, gak biasa katanya. Jadi beberapa hal yang saya lakukan di sini adalah :

A. Trekking ke hutan

Hutan yang termasuk ke dalam Taman Nasional Gunung Halimun Salak ini terletak tepat di belakang kampung Citalahab Sentral, tinggal melangkah beberapa ratus meter, melewati beberapa rumah, beberapa petak sawah udah ketemu hutan yang kepadatan dan keragaman pepohonannya masih terjaga. Terang saja, kan masuk dalam area Taman Nasional Gunung Halimun Salak. Bahkan banyak peneliti baik dari dalam maupun dari luar negeri yang melakukan penelitian tentang flora dan fauna di sini. Saya melihat beberapa macam tanaman yang khas diantaranya pohon Kimokla dengan getah berwarna merah seperti darah, pohon Kokosan Monyet yang jadi makanan Owa Jawa, pohon Begonia yang bisa dimakan batangnya dan berasa asam, pohon yang daunnya terasa menyengat dan gatal kalau kita gak sengaja kena, banyak deh. Sempat maunya trekking sampai puncak Bukit Kendeng, sehingga bisa menemukan bunga kantung semar, namun urung karena cuaca hujan terus dan jalurnya amat licin, saya lagi gak mood untuk tergelincir di jalur saat itu. Soal satwa juga banyak ragamnya, namun sayang saya gak sempat melihat satwa unggulannya yaitu Owa Jawa, padahal di pagi hari sempat kedengeran suaranya dari kejauhan saat kami naik bukit di atas kebun teh untuk melihat sunrise, kami cuma sempat melihat segerombolan burung berwarna merah yang terbang di antara dahan pohon, lumayan lah. Keanekaragaman satwa di sini, selain Owa Jawa yaitu Surili, Macan Kumbang dan Macan Tutul, Elang Jawa juga ada. Kalau memang waktunya pas dan bisa ketemu mereka semua, beruntung banget deh...errr tapi kalau ketemu Macan Kumbang atau Macan Tutul kira-kira beruntung gak ya..

Siap-siap Mau Trekking ke Hutan Pake Sepatu Boot
Getah Pohon Kimokla yang Berwarna Merah Seperti Darah
Daun yang Bikin Gatel Kalau Gak Sengaja Kena
Pohon Begonia yang Kalau Dimakan Rasanya Kayak Belimbing Wuluh, Aceeeem..
Jadi Ceritanya Ini Rumah yang Disewa Oleh Peneliti dari Korea yang Sedang Meneliti Owa Jawa
Ketemu Posternya Saja Cukup ya
Si Cantik Owa Jawa
Pemandangan Cantik Saat Trekking ke Hutan
B. Naik Canopy Trail

Pada saat saya datang ke sana, kebetulan sudah sekitaran sebulan, canopy trailnya usai dibenerin. Seneng pastinya, karena kalau gak ada canopy trail, keseruan jalan-jalan di Taman Nasional ini bakalan berkurang. Ada dua jalur canopy trail utama dengan tingkat ketinggian yang berbeda, yang pertama sekitar 15 meter dan membentang di atas sungai Cikaniki, jadi saat melaluinya ya ngeri-ngeri sedap membayangkan bagaimana kalau talinya putus, goncangannya terlalu keras dan lain-lain. Jalur kedua jauh lebih tinggi, tapi gak seberapa ngeri dibanding yang pertama karena membentang di atas tajuk-tajuk pepohonan, jadi gak kelihatan banget gitu dasarnya seberapa. Dari kedua jalur canopy trail ini pemandangan cukup indah, bisa memandang ke arah bukit kebun teh yang berwarna hijau muda menyegarkan mata, bisa juga memandang ke sungai Cikaniki berarus deras di bawah (yang bukan indah tapi ngeri sebenernya), bisa juga memandang ke arah pepohonan tinggi menjulang di dalam hutan. Indah deh.

Berani-beraniin Diri Naik Canopy Trail yang Ngeri-ngeri Sedap
Sungai Cikaniki dari Atas Canopy Trail
C. Trekking di Kebun Teh

Entah ya, saya selalu bisa tersenyum senang sendiri kalau melihat hamparan kebun teh, mau kebun teh di dekat kampung sendiri, di Karanganyar sana, atau di Bandung, di kaki Gunung Kerinci bahkan di Nuwara Eliya, Sri Lanka. Menurut saya hamparan kebun teh yang terbentang luas hijau dan beraturan itu indah sekali, dari dulu pengen jalan-jalan di tengah-tengah kebun teh dan foto pakai baju berwarna cerah sambil tersenyum bahagia gitu belum kesampaian, jadinya ini sekarang di Citalahab saya puas-puasin jalan dan foto di hamparan kebun teh. Salah satu kegiatan yang bisa dilakukan di sela bersantai di Kampung Citalahab adalah berjalan-jalan mau pagi siang atau sore di kebun teh, jadi Kampung Citalahab ini letaknya di tengah-tengah perkebunan teh PT. Nirmala yang jadi supplier merek teh Sariwangi, dikelola oleh swasta dan kondisinya hidup segan mati tak mau. Pabriknya udah gak terawat, typical perkebunan teh di Indonesia kan memang gitu, kayak dulu saya pas ke Desa Kersik Tuo di Kaki Gunung Kerinci. Lain halnya pada saat saya ke Nuwara Eliya di Sri Lanka, pabriknya terawat bahkan dijadikan obyek wisata, dilengkapi dengan museum, cafe lucu buat minum teh dan toko yang menjual teh dalam berbagai kualitas, mungkin bisa jadi ide ntar buat obyek wisata kebun teh di negeri sendiri ?

Puas-puasin dah Poto di Kebun Teh
Kalau ini dari Atas Bukit Tempat Lihat Sunrise
D. Ke Air Terjun Macan

Air terjun Macan ini terletak gak jauh dari Cikaniki Research Station, tinggal jalan sekitar 300 meter lalu turun agak terjal melewati sedikit hutan ke arah sungai, ketemu deh Air Terjun Macan di seberang sungai. Kalau lagi beruntung dan arus sungainya gak deras, bisa nyebrang sungai trus mendekat dan mandi di air terjun, atau foto di bawahnya, tapi kalau arusnya lagi deras jangan coba-coba. Saya hampir hanyut! karena nekat nyeberang sih, hehe..ceroboh tepatnya, untung ada Pak Jaji, Sang guide yang tanggap dan menyelamatkan nyawa saya. Biasanya rute perjalanan yang ditempuh kalau mau trekking dari desa adalah, ke hutan dulu melihat keanekaragaman flora dan fauna di sana, lalu ke canopy trail, mampir atau istirahat di Cikaniki Research Station, lalu lanjut perjalanan pulang melewati kebun teh, sekalian mampir di Air Terjun Macan, mungkin butuh waktu setengah hari aja, jalannya gak terlalu jauh, medan juga gak seberapa menanjak, cocok lah buat trekking santai.

Jalan Menuju Curug Macan Dekat Dengan Cikaniki Research Station
Air Terjun Macan dari Seberang Sungai
E. Melihat Glowing Mushroom

Kalau ini bikin saya ternganga kagum, ternyata jamur menyala yang ada di novel berjudul "Partikel" milik Dee Lestari itu benar adanya. Kalau cuma lihat di foto dan baca cerita gak akan berasa merindingnya saat itu, karena rasanya berada di alam mimpi. Jadi ceritanya jamur bercahaya atau Glowing Mushroom ini hanya bisa dilihat di malam hari dan paling banyak ditemui saat musim hujan, tentunya pas saya ke sana adalah waktu yang tepat. Letak tumbuhnya jamur ini deket sama jalur menuju canopy trail, jadi malam hari kami menuju Cikaniki Research Station pake motor, gerimis-gerimis mesra gitu, kami parkir lalu trekking sebentar ke arah canopy, masih pakai headlamp, kami diminta Pak Jaji untuk mematikan lampu, lalu segera moment thrilling itu datang, kami melihat cahaya hijau kecil namun banyak di sekitar kami, mulut saya ini nganga takjub, indaah banget kayak berjalan di taman cahaya, tapi ini bukan lampu atau lilin atau sesuatu buatan manusia, ini alami, sesuatu yang natural. Dari yang saya baca, jamur bercahaya di sekitar Stasiun Penelitian Cikaniki TNGHS umumnya hidup pada kayu atau ranting pohon Rasamala yang telah mati. Dan cahaya yang ditimbulkan bersifat bioluminescence muncul dari reaksi kimia berbagai zat yang ada di dalam organisme tersebut diantaranya Enzim Luciferase, Luciferin, ATP, Kalsium, Peroksida maupun Fosfor.

Kalau Siang, Glowing Mushroom Tampak Hanya Sebesar Titik Putih Kecil Ini
Kalau Malam dan Dalam Jumlah Banyak, Si Jamur akan Membuat Takjub
F. Berkunjung ke Stasiun Penelitian Cikaniki

Kalau memang mau menggali pengetahuan lebih mengenai flora, fauna maupun informasi tentang Taman Nasional Gunung Halimun Salak, sempatkanlah mampir sebentar ke Stasiun Penelitian ini, duduk lalu baca beberapa pustaka yang tersimpan di sana, rata-rata hasil penelitian baik peneliti dalam dan luar negeri, juga ada buku-buku tentang data flora dan fauna untuk kepentingan Taman Nasional. Saya sempat lama di stasiun penelitian ini karena menumpang charging Hp dan kamera, sebab di desa listrik udah tiga hari mati. Bisa ngobrol juga dengan bapak penjaganya yang dengan baik hati menjelaskan beberapa satwa dan perilakunya, oh ya untuk pembayaran ijin masuk ke Taman Nasional, untuk dapat karcis resmi bayarnya ya di sini, per orang Rp. 5.000,- untuk Taman Nasional, dan untuk naik canopy trail bayar lagi tapi sayangnya tarifnya gak jelas dan belum ada karcisnya, mungkin karena baru sebulanan ini beroperasi ya. Waktu saya ke stasiun ini juga bertemu dengan sekelompok pecinta burung yang ceritanya lagi melakukan pengamatan burung, tetapi juga lagi sial kayak kami yang gak ketemu Owa Jawa sama sekali, mereka cuma ketemu dua atau tiga kelompok burung. Kalau mau menginap di stasiun penelitian ini bisa juga, biayanya Rp. 250.000,- per kamar per malam, bisa dipakai 3-4 orang per kamar. Tapi suasanannya agak spooky gitu, ingat vila tua di film Hangout by Raditya Dika ? ternyata syutingnya di stasiun penelitian ini sodara-sodara.

Tampak Luar Cikaniki Research Centre
Agak Spooky ya Suasananya
G. Melihat Sunrise di Atas Bukit

Berhubung waktu saya liburan ke sana pas musim hujan, dan hujannya gak nanggung-nanggung, bisa dari pagi sampe malam sampe pagi lagi, maka kesempatan untuk menikmati sunrise dan mendapatkan foto bagus berupa sunrise keemasan dengan latar belakang kabut pegunungan serta kebun teh gak tercapai. Untung ada satu hari tanpa hujan, jadi pagi harinya kami bisa naik ke atas bukit di kebun teh seberang desa yang biasanya digunakan anak-anak desa buat main bola sore-sore gitu, agak berangin tapi pemandangannya bagus banget dari situ. Jadi iri, kalau mereka main bola atau sekedar mau menggalau, gak usah jauh-jauh kali ya, jalan kaki 15 menit udah sampe dan pemandangannya ajiiiib. Kalau mau hunting sunrise sebaiknya ya sekitar jam 5-an, kami tidak beruntung memang, cahaya matahari tak nampak, namun saat itu cukup puas lah berfoto-foto dengan latar belakang pemandangan yang kece.

Gagal Dapet Sunrise
H. Camping, melihat kebun bunga

Ini saya gak melakukan ya, tetapi sekedar informasi aja ada alternatif aktivitas lain yang bisa dilakukan kalau ke Citalahab. Kalau mau camping, dan gak mau nginep di rumah penduduk, sekitar 5 menit jalan kaki menyusuri sungai ada lahan camping yang cukulah buat 5-10 tenda, pas di tepi sungai. tetapi kalau mau camping dengan jumlah tenda yang agak banyak, naik sedikit ke atas ke arah hutan dan sawah juga masih ada lahan untuk camping. Waktu saya di sana, ada beberapa kelompok yang sedang camping juga baik di lahan di tepi sungai maupun yang dekat sawah. 
Kalau kebun bunga, letaknya agak jauh ke arah pabrik teh PT. Nirmala, dengan jalanan berbatu mungkin bisa ditempuh sekitar 1 jam ke atas. saya sempat penasaran dengan kebun bunga ini, namun waktu gak mengijinkan, maybe next time.

Camping di Tepi Sungai, Oke Juga..

Pemandangan Tepi Sawah Dekat dengan Hutan, Pas di Belakang Kampung
Budget

Budget untuk berlibur ke Citalahab ini cukup ekonomis, karena uang kita akan habis hanya untuk akomodasi, transportasi dan konsumsi aja deh. Lalu jangan lupa untuk bawa uang cash yang cukup, karena ATM terakhir letaknya ya sekitaran 2 jam dari desa, jauuuh bok, lagian cuma ada BRI kayaknya atau kalau gak Bank Jabar. Jadi ini dia perkiraan budgetnya :

No
Keperluan
Jumlah
1
Transportasi


Kereta Ekonomi SBY-Jakarta (Stasiun Surabaya Pasar Turi – Bekasi)
Rp.150.000,-

KRL (Stasiun Bekasi – Manggarai – Bogor)
Rp. 7.000,-

Angkot (Terminal Bubulak – Cibeber Leuwiliang – Panyaungan)
Rp. 20.000,-

Ojek Pak Ade (Panyaungan – Cibeber Sentral)
Rp. 100.000,-

Ojek Pak Jaji (jemput adek di pintu hutan)
Rp. 100.000,-

Pesawat Jakarta - Surabaya
Rp. 500.000,-



2
Akomodasi


Guest House Pak Jaji per malam Rp. 100.000,- x 3
Rp. 300.000,-



3
Konsumsi


Paket makan untuk 2 orang selama 4 hari 3 malam (3x makan, termasuk cemilan, kopi, teh hangat)
Rp. 450.000,-



4
Kegiatan


Guide (Pak Jaji) per hari Rp. 100.000,- ditambah trek malam Rp. 50.000,-
Rp. 250.000,-

Tiket TNGHS per orang per hari Rp. 5000,- dan Canopy Trail (sukarela)
Rp. 50.000,-



TOTAL
Rp. 1.927.000,-

Komentar

  1. Halo mbak. Mau tanya. Dari pintu masuk desa wisata sampenke sunrise pointnya ada petunjuknya gak ? Apakah bs kesana tanpa guide ?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Tidak ada petunjuk jelas, mungkin hanya gerbang masuk antar desa saja melewati jalan hutan, jalan setapak desa dan kebun teh. Bisa ke sana tanpa guide.

      Hapus
  2. Halo kak. Ada kontak driver2 ojek nya kah?

    BalasHapus
  3. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  4. Makasih banyak buat ulasannya, lho Mbak! Mau nanya nih, btw saya rencana mau balik ke Citalahab April besok, kalo biasanya kan kita kontak Pak Yana, nah, klo buat stay di Pak Jaji kita langsung kontak Pak Jaji-nya aja gitu? Atau harus tetap lapor ke Pak Yana juga? Ada ongkos lain gak ke Pak Yana? Soalnya setau saya pak Yana kordinator sana. Thanks before

    BalasHapus
  5. Sangat menarik..... Trims infonya....

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan Populer