Suka naik gunung, darimana sih ?

Gunung..sungguh benda mati itu bagaikan sebuah tempat terbaik di muka bumi ini untuk merasakan segala perasaan (sedih, bangga, terharu, menangis dan beribu perasaan lain). Mulai mencintainya saat pertama mendengar ide tentang jalan-jalan di gunung dalam rangka camping dari suatu acara sinetron remaja "Lupus" di pertengahan tahun 2001 (kelas 2 SMP).
Saat itu tokoh utama Lupus dan Poppy serta teman mereka yang memendam cinta diam-diam pada Lupus (Happy namanya diperankan oleh Sophie Navita) memutuskan untuk jalan-jalan di hutan dalam rangka camping, wah..baru kali ini denger ada acara jalan-jalan di hutan, bebas, tanpa aturan tanpa acara baris berbaris dan cuman jalan, lalu begitulah saya tertarik dan bertekad untuk merasakan jalan-jalan di hutan yang notabene jadi berarti 'gunung' di dalam pikiran saya. Menjadi begitu identik atara hutan dan gunung karena saat itu saya menetap di suatu desa di lereng Gunung Lawu, perbatasan antara Jawa Timur dan Jawa Tengah, Magetan nama kota itu, tidak menarik, kecil, terpencil dan sering disalah artikan dengan Magelang yang dekat dengan Jogjakarta ataupun langsung dikenal jika ditambahkan sebutan 'Telaga Sarangan' setelahnya. 


Lalu, saya mulai merajut mimpi untuk suatu saat bisa mendaki gunung, paling tidak Gunung Lawu, terdekat, belum berani bermimpi terlalu jauh. Tahukah kalian, kalau kita punya mimpi, suatu saat, mimpi itu akan membawa kita kepada hal-hal yang di luar dugaan akan mendekatkan kita pada mimpi itu dan *trring, secara ajaib mimpi itu tercapai, secara sadar. Berteman dengan teman sekelas bernama Tia, lalu kenal dengan temannya yang namanya Betet, eh ternyata Mas Betet ini adalah tetangga sebelah rumah, coincidence  bukan?
Tercetuslah suatu hari di hari Minggu, kira-kira saat saya kelas 2 SMA (padahal mimpi itu sudah tercetus sejak saya masih kelas 2 SMP), sehabis menonton road race kita bersiap untuk naik Gunung Lawu. Proses meminta ijin ke orang tua pun sangat ulet, kaget lah mereka anak perempuan satu-satunya ini mau naik gunung, walau diijinkan dengan berat hati juga pada akhirnya. Sayangnya peristiwa naik gunung perdana ini tidak mencapai tujuan yang ditargetkan, yaitu puncak Gunung Lawu. Melewati jalur Cemorosewu, ternyata hanya mencapai Pos 3 lebih sedikit karena badai hebat, kabut dan kita tidak bawa tenda saudara-saudara..ah sungguh amatir (haha..tertawa sendiri mengingat perjalanan perdana ini).
Sempat mencoba yang kedua kalinya naik Gunung Lawu lagi dan akhirnya mencapai puncak, dengan partner yang sama Tia dan Betet, this :
This gonna be my first great experience ever. Apa sih yang menarik ? sulit banget ya digambarkan dengan kata-kata perasaan itu. Capek sih pasti ya (ya iyalah namanya juga jalan naik, nanjak) tapi kepuasan yang ditimbulkan dan apa yang kita dapat secara keseluruhan itu loh yang bikin segala kesusahan yang kita lakukan sebelum ataupun sesudah mencapai tujuan itu berharga. Bahasa mudahnya gini, naik gunung menurutku gak gampang memang, meskipun beberapa gunung sudah sempat diicipin, jangan sekali-kali melakukan hiking tanpa persiapan mantap. Sebelum naik gunung harus latihan fisik lah, selain biar fisik atau badan kita kuat tentunya, namun juga agar mental kita itu gak gampang ngedrop sebelum mencapai tujuan. peralatan harus lengkap, baik peralatan pribadi maupun peralatan kelompok, yang tentunya harganya gak bisa dibilang murah. Saat menjalani naik gunungnya atau pas hari-H juga gak bisa dibilang gampang, naik, nanjak, kadang dapat turunan (bonus) tapi jangan lupa, kalau ada turunan, pasti ada tanjakan juga (hehe..), belum lagi jika ada halangan lain semisal akses transportasi ke start awal pendakian gak gampang (desa terpencil), biaya transportasi mahal, sehabis naik gunung musti turun lagi, kaki pegel, dengkul goyang, di atas gunung kedinginan, mungkin hujan, tempat tidur gak nyaman. 
Bukan hanya ketidaknyamanan dan kesukaran kok yang bakalan didapat di atas gunung, lalu apa? bagi saya nikmat yang bisa didapat saat jalan-jalan di gunung itu berlipat ganda dibandingkan kesusahannya, rasa nikmat saat menghirup udara pegunungan tanpa polusi di antara pepohonan yang memeluk rapat, suara-suara burung, monyet, binatang-binatang lain yang hidup di habitat aslinya, pemandangan yang tiada tara indahnya (sungai, lembah, air terjun, kawah, danau, sumber air panas, lautan pasir, padang rumput, tumbuhan-tumbuhan langka dan endemis dan banyak lagi), ketenangan, sinar matahari berlimpah, air segar tanpa polusi, kehangatan di dalam tenda, masakan yang cuman enak banget di atas gunung, legenda-legenda mistis, ah banyakkk....Tapi intinya ya, nikmat apapun yang didapat dari hasil usaha yang keras, pasti rasanya sangat berharga, gak ada yang percuma, eh malah bikin nagih (serius!).
Setelah pengalaman pertama naik gunung ini lah, maka setelah itu saya sangat menggilai hobi ini. Mimpi-mimpi gilai mulai tercetus dan akan tercapai satu persatu. Sejauh ini saya sendiri sudah menjelajahi beberapa gunung di Indonesia (please jangan dikatakan menaklukan gunung ya), mulai Gunung Lawu (3.265 mdpl), Gunung Arjuna (3.339 mdpl), Gunung Penanggungan (1.653 mdpl), Gunung Argopuro (3.088 mdpl), Gunung Semeru (3.676 mdpl), Gunung Rinjani (3.726 mdpl), Gunung Raung (3.332 mdpl), Gunung Merapi (2.930 mdpl), Gunung Merbabu (3.145 mdpl), Gunung Kerinci (3.085 mdpl), Gunung Tambora (2.850 mdpl), that's it! terus bermimpi untuk menjelajah gunung-gunung lainnya.





Komentar

Postingan Populer