Kembali lagi ke Argopuro

Mentari Pagi di Danau Taman Hidup, Gunung Argopuro
Suatu kali teman sepermainan di organisasi MAPALA dulu mengajak saya untuk naik gunung lagi, ke Argopuro lagi, wahhh..ini serius, tapi jadwal lagi padat, tapi sayang untuk dilewatkan. Ya akhirnya saya berangkat juga ke Argopuro lagi, dan ingat terakhir ke sana bulan Januari tahun 2015 lalu. Dan ini sedikit highlight dari perjalanan saya berkunjung kembali ke jalur gunung terpanjang di Pulau Jawa ini.

Kami berangkat berduapuluhan, ikut bersama kegiatan wajib tahunan almamater, start dari Baderan di Situbondo dan rencana berakhir di Bremi, Probolinggo. Perkiraan waktu perjalanan selama 5 hari 4 malam dan menempuh jarak sekitar 40 kilometer melewati berbagai sabana, hutan hujan tropis, sungai dan juga danau. Terlalu banyak tentunya momen perjalanan yang bisa saya ceritakan, tetapi untuk sementara, silahkan menikmati keindahan Argopuro melalui gambar-gambar yang saya ambil menggunakan kamera mirorless Sony alpha 5000.

Perbukitan Menghijau di Sela-sela Jalur Bebatuan yang Terik
Perjalanan diawali dengan ladang penduduk, jalur bebatuan ditata rapi, kebun kopi di sisi kiri dan pemandangan menakjubkan ini di sisi kanan. Jangan tanya gunungnya di mana bahkan puncaknya, gak akan kelihatan sampai hari ketiga. Kabarnya jalur ini sekarang sudah diratakan dan diperlebar, sehingga mempermudah akses kendaraan ke atas gunung, entah kabar baik atau buruk.

Matahari Senja
Secercah sinar matahari sore di Camp pertama kami, disebut HM 43 namun sekarang namanya sudah berubah menjadi Mata Air 1. Musim kemarau sungguh memberi berkah cahaya yang tepat takarannya untuk diambil gambar menggunakan kamera.

Pohon Legendaris di Alun-Alun Kecil
Jadi sebelum ketemu landscape sabana seperti alun-alun kecil ini, perjalanan harus melewati beberapa punggungan, sesekali bertemu dengan jalur tikus menanjak yang harus dijalani bak peragawati sedang rehearsal, iya jalurnya cuman selebar setapak kaki, terbujur di antara gundukan tanah dan membawa tas karier, jangan dibayangkan. Setelah bertemu Mata Air 2 di punggungan (bisa dijadikan tempat beristirahat, tetapi saya jarang ambil air di sini karena jalur menuju mata air terlalu terjal), lalu akan bertemu Alun-Alun kecil. Tempat ini jadi penanda kalau landscape  yang akan dilewati selama perjalanan selanjutnya menuju Cikasur akan didominasi sabana dan sesekali bertemu hutan pinus, tapi gak terlalu panjang.

Beginilah Kira-kira Gambarannya, Sehabis Hutan, lalu Bertemu Sabana

Sungai Qolbu, Cikasur
Sejatinya saya tidak tahu sejak kapan sungai di Cikasur dinamakan Sungai Qolbu, yang jelas air di sini jernih banget, jadi kalau mau mandi atau mencuci alat makan dan lain-lain lebih baik tidak mencemari sungainya dengan bahan kimia ya. Well setelah lepas dari hutan pinus, sabana, lalu hutan lagi, lalu sabana lagi entah berapa kali, kalau sudah ketemu suatu reruntuhan bangunan, berarti Cikasur sudah dekat.

Mereka Berdua, yang Satu Ambil Air, yang Satunya Sudah Usai Mencuci Alat Makan
Beristirahat dan mendirikan tenda di Cikasur ini rasanya impian para pendaki di Gunung Argopuro ya, karena memang air berlimpah, selada air banyak bisa dibuat bahan makanan, selain itu pemandangan ciamik pasti dijamin lah. Kerugiannya adalah, dingin sekali, ya karena letaknya di sabana, tidak ada pelindung, hanya ada satu pohon dan dikelilingi semak-semak, juga ada reruntuhan shelter yang bisa dipakai. 

Suasana Sekitar pukul 17.00-18.00 Sore, Sebelum Langit Benar-Benar Gelap, Dipeluk Kabut Dingin Cikasur

Malam yang Dingin, di Gunung Paling Pas dengan : SOTO AYAM!
Kalau sudah di Cikasur, jangan lewatkan kesempatan untuk mandi di sungainya, saran saya sih pagi sekitar jam 7 ya, jadi pada saat nanti mentas sudah kebagian sinar matahari, kalau belum memang airnya bikin membeku. Tapi sekali lagi, kalau mau pakai bahan kimia apapun, di tepinya ya, jangan di airnya, kontaminasi Bro!

Anggap Saja Sunbathing, ini Diperlukan Sih Habis Kena Dinginnya Air Sungai Qolbu

Ini Satu-Satunya Pohon yang Bisa Dijadikan Shelter ya, Ah Cikasur Memang Indah

Kalau Dilihat dari Atas Bukit, Tampak tuh Gurat-Gurat di Padang Rumput Bekas Lintasan Lapangan Terbang
Baik, Cikasur memang parah indahnya, gak habis-habis kalau cerita soal tempat ini, jadi suatu kali terlihat segerombolan geng motor yang berswafoto di tempat indah ini beramai-ramai, mengingatnya kembali pun bikin saya sedih, gak kebayang rusaknya jalur pendakian yang harusnya dilewati pejalan kaki malah digeruduk segerombolan motor trail, efek merugikan pelebaran jalan sudah jelas kan ? Baik dilanjutkan perjalanannya ya, sehabis Cikasur masih ada serentetan sabana lagi dan lagi kok, tetapi setelah itu akan bervariasi antara tanjakan dan juga hutan pinus sampai akhirnya bertemu sungai di Cisentor. Di Cisentor ini juga strategis jika digunakan sebagai tempat bermalam, ada pondok pelindung, air berlimpah dan udaranya agak lebih hangat dibandingkan Cikasur, karena letaknya di lembah tetapi terlindung bukit di sekelilingya.

Ini Sungai di Cisentor dan Di Belakang Terlihat Samar Pondok Pendaki
Sejatinya tanjakan kejam dimulai setelah melewati Cisentor, terus menerus hingga mencapai Rawa Embik kemudian Sabana Lonceng. Sebelumnya, jalur Baderan dari Situbondo memang terkenal dengan jalur yang landai tetapi panjang, sedangkan jalur Bremi dari Probolinggo terkenal dengan jalur yang menanjak terjal namun pendek untuk mencapai puncak. Oh iya, di Cisentor ini dulunya dimana jalur Baderan dan Bremi bertemu, tetapi sekarang jalur Bremi yang melewati Aeng Kenek dan tembus Cisentor sudah jarang dilintasi, akibatnya tertutup semak karena sekarang ada jalur menuju Bremi melewati turunan yang lebih terjal dan ngeri-ngeri sedap.

Rawa Embik, Sumber Air Bersih Terakhir sebelum Mencapai Puncak, Sungai Kecil ada di Bawah Pepohonan Itu
Setelah sekitar dua jam, perjalanan mencapai Rawa Embik dan di sini adalah kesempatan terakhir mengambil air bersih, sebelum mencapai puncak. Jadi beban akan menjadi cukup berat jika berkemah di Sabana Lonceng (pertigaan sebelum puncak), harus memperkirakan kebutuhan air untuk berkemah, memasak, minuman penghangat, lalu juga untuk turun, karena baru akan ketemu sumber air lagi besok sorenya di Taman Hidup, dengan kualitas yang gak seberapa bagus. Karena beban full air ini, perjalanan akan menjadi lebih lambat, terlebih lagi tanjakan menuju Sabana Lonceng semakin menggila.

Teman Seperjalanan, Pada Lega Sudah Sampai di Padang Edelweis Ini.
Jadi, tanjakan-tanjakan gila akan diakhiri dengan padang Sabana di atas yang juga ditumbuhi oleh pepohonan Edelweis. Bahagia banget kalau udah ketemu area terbuka seperti ini, tanjakan sudah tidak seberapa terjal, lewat satu sabana lalu langsung ketemu Sabana Lonceng. Jadi Sabana Lonceng ini adalah pertigaan atau perempatan terakhir sebelum puncak, kiri puncak Rengganis, kanan puncak Hyang dan lurus turun ke arah Bremi. Puncak memang baru benar-benar terlihat di pertigaan ini, di hari ketiga.

Ini Dia Puncak Hyang dan Sunset di Baliknya

Suasana Camp di Sabana Lonceng
Sore itu, kami tiba sekitar pukul 17.30 menjelang gelap, teman-teman yang berencana muncak segera pergi ke Puncak Hyang untuk upacara pelantikan, sedangkan saya yang sudah kali ketiganya berkunjung gak tertarik ikut, jadi gak ada foto titik tertinggi di Argopuro itu. Adanya cuma foto Puncak Rengganis yang saya kunjungi lagi untuk ketiga kalinya. Saya gak pernah bosen.

Ya Gak Usah Pakai Caption Lah, Intinya Saya Lagi Narsis
Setelah muncak lalu harus turun kan ? Sejatinya perjalanan turun ini jauh lebih berat dibanding perjalanan naik. Selalu saya takut, resikonya jauh lebih besar soalnya, resiko jatuh, cedera dan banyak lain, tapi bagai pepatah, jika ada jalan naik, suatu saat pasti ada turunan kan ya. Gak sempet foto-foto karena saya konsentrasi penuh dengan jalur terjal melipir sisi kiri punggungan puncak Hyang, dan nafas akan sedikit lega jika sudah mencapai Cemara Lima. Saya pernah terjebak badai, kekurangan air dan bahan makanan di tempat ini waktu 2015, trauma dikit iya.

Cemara Lima
Setelah Cemara Lima, perjalanan turun harus segera dilanjutkan sebelum gelap karena sebelum mencapai Taman Hidup, akan melewati Hutan Lumut yang suasananya juga ngeri-ngeri sedap karena cukup lembab dan sinar matahari yang amat sedikit. Usahakan tidak memanggil nama kawanmu setim ya di sini, baiknya pakai kode, jaga tingkah jaga bicara. Saya juga tak punya foto hutan ini, jika lebih cepat lewat lebih baik dan jika sudah bertemu sungai dan jalur mulai datar berarti Taman Hidup tak lama lagi. Highlight perjalanan kali ini memang Danau Taman Hidup karena belum pernah berkemah di sini.

Suasana Camp di Danau Taman Hidup

Hidangan Istimewa di Sore Terakhir

Highlight Perjalanan Saya ke Gunung Argopuro Kali ini : Menginap di Danau Taman Hidup
Saya sudah mengeram tulisan ini beberapa bulan, dan saya belum bertemu gaya yang pas untuk menceritakan kesan saya terhadap perjalanan ini. Namun sebenarnya melalui tulisan ini saya cuman mau mengungkapkan, Gunung Argopuro itu indah sekali, tanpa ada kita manusia, gunung ini sangat terjaga, banyak satwa dan flora yang menggantungkan diri dari ekosistemnya, maka jika mau ada ekplorasi untuk memenuhi target peningkatan taraf hidup masyarakat sekitar hendaknya mbok ya diperhitungkan masak-masak. Sudah banyak kasus yang terjadi di gunung ini di antaranya : jalur pendakian lewat Bremi di Probolinggo rusak karena dibuatnya jalur motor trail untuk pejabat setempat, lalu sekarang sedang ramai jalur Baderan di Situbondo, jalur diperlebar, dihaluskan, Club motor trail melakukan touring dan berkendara sampai Cikasur, sedih banget rasanya, itu jalur pasti rusak, sebentar lagi kawasan inti akan terjamah manusia, satwa mau cari minum di mana kalau ekosistem mereka juga dikotori kehadiran kita manusia ? Tolong..tolong sekali, mengerti bahwa selain kita manusia, ada makhluk hidup lain yang juga butuh tempat hidup. Ketamakan kita menguasai itu yang sejatinya akan menghancurkan mereka dan akhirnya kita juga yang akan hancur.

"Alam ini memang tidak ada yang memiliki, dia bebas dinikmati siapa saja, tetapi jika alam sudah dieksplorasi untuk kepentingan perut manusia rasanya tidak adil. Indonesia belum siap dengan pariwisata berbasis alam terutama manusianya."

Komentar

Postingan Populer